Rabu, 23 Maret 2011

Asal Mula Banyuwangi

Hati Dewi Ayu Suratiningrum putri pengusaha sukses Cokorda Anak Agung sedang gundah gulana. Upacara pernikahannya dengan Dewa Gajayana orang kepercayaan ayahanda mendadak dibatalkan.

Pasalnya, wilayah kekuasaan Cokorda Anak Agung hendak dirampas oleh saingan bisnisnya Watu Gumalang dengan cara melakukan teror pada  penduduk setempat. Dewa Gajayana diperintah menghalau para peneror, namun ia malah tewas dalam pertempuran satu lawan satu melawan Banterang Putra.

Tidak cuma harapan Dewi Ayu Suratiningrum yang pupus, kelompok Banterang Putra malah semakin merangsek menuju kediaman Cokorda Anak Agung. Semua turun tangan untuk mempertahankan diri, namun semua perlawanan sia-sia dan Cokorda Anak Agung akhirnya tewas.

Dalam keadaan genting, Agung Begawanta kakak Ayu Suratiningrum membawa sang adik kabur ke hutan. Tapi sayang, Agung Bagawanta terperosok masuk ke jurang saat mau mengejar kelinci sehingga Ayu Suratiningrum harus berjuang sendirian melanjutkan hidupnya di tengah hutan.

Tanpa disengaja, Ayu Suratiningrum bertemu dengan Banterang Putra yang hendak kembali ke Blambangan. Karena berpakaian sederhana, Ayu mengira pria itu hanya orang biasa. Dengan cepat keduanya menjadi akrab, bahkan kemudian Ayu Suratiningrum tidak menolak saat diajak ke Blambangan dan menikah disana.

Belakangan Ayu Suratiningrum bertemu Agung Bagawanta yang ternyata masih hidup, dan diberitahu bahwa Banterang Putra-lah yang telah membunuh calon suami dan ayah kandungnya. Ayu diminta untuk balas dendam, tapi ia menolak karena terlanjur mencintai Banterang Putra.

Banterang Putra mendapat kabar kalau istrinya berselingkuh dengan seorang pria. Ia langsung marah besar, dan berniat membunuh Ayu Suratiningrum tanpa mau mendengarkan penjelasan. Untungnya, Ayu Suratiningrum bisa kabur menyelematkan diri.

Ayu Suratiningrum sampai ke tepi pantai sambil terus dikejar Banterang Putra, sehingga wanita itu pasrah menyambut ajal di tangan suaminya sendiri. Mendadak muncul ombak besar yang langsung menggulung tubuh Ayu Suratiningrum, disusul oleh terciumnya bau wangi dari arah laut.

Tak berapa lama, terdengar suara Ayu Suratiningrum yang mengatakan bahwa itu sebagai bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Banterang Putra pun menyesal, namun apa daya nasi sudah menjadi bubur.

Asal Mula Candi Prambanan


Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
“Bagaimana, Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan

Asal Mula Rawa Pening

Sebagai jelmaan siluman naga, Jaka Pening berusaha menjadi orang terkuat di padepokan ilmu bela diri tempatnya belajar. Pada sat kesempatan, muncul seorang pengusaha yang datang kesana untuk mencari kepala keamanan pabrik.

Sayangnya meski sangat berambisi dan begitu ingin supaya jabatan itu menjadi miliknya, Jaka Pening ternyata tidak dipilih oleh sang pengusaha dengan alasan tidak pantas. Hal itu tidak lain karena sikap pria itu yang keras dan suka berkelahi.

Kekecewaan membuat Jaka Pening melampiaskannya pada sang guru, yang karena murka akhirnya mengutuk pria itu menjadi pisau dapur. Namun setelah berubah, pisau dapur itu malah menancapkan diri di dada sang guru hingga tewas.

Sebelum ajal menjemput, sang guru menitipkan pisau ke Ki Wonoboyo. Meminjamkan pisau tersebut ke seorang gadis cantik bernama Sari, pantangan yang dilanggar membuat Sari hamil. Karena merasa ikut bertanggungjawab, Ki Wonoboyo memutuskan untuk menikahi gadis itu.

Saat melahirkan, Sari terkejut saat mendapati bayinya tidak berwujud manusia melainkan seekor naga. Untungnya setelah darah yang berlumur di sekitar bayi naga dibersihkan, sosoknya berubah menjadi bayi manusia yang gagah. Akhirnya bayi itu diberi nama Lanang.

Tumbuh sehat, Lanang tidak menyukai masa kanak-kanaknya yang tidak memiliki teman. Untungnya ada Ki Jaran Tirto yang memperkenalkannya dengan Sekar, sehingga Lanang kembali jadi anak yang ceria dan penuh semangat.

Setelah dewasa, hubungan Lanang dan Sekar tidak disetujui oleh Sondong kakak sang gadis. Bahkan, dengan tega Sondong membuka sosok Lanang sebagai siluman naga sehingga hubungannya dengan Sekar berakhir.

Atas perintah sang ibu, naga raksasa jelmaan Lanang pergi ke Kali Progo untuk mencari Ki Wonoboyo sang ayah. Bisa ditebak, Lanang akhirnya tahu tentang asal-usulnya termasuk soal sang ayah yang dikutuk menjadi pisau dapur.

Dalam keadaan marah, Lanang mencabut lidi yang semula ditancapkannya ke tanah. Dari dalam tanah, langsung keluar air yang membuat sekitarnya menjadi rawa, yang oleh penduduk sekitar dikenal sebagai Rawa Pening.

Asal Mula Batu Menangis

          

Legenda Rakyat Kalimantan.

Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.

Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Nak, kemarin kan kau baru beli baju baru. Pakailah yang itu saja. Lagipula uang ibu hanya cukup untuk makan kita dua hari. Nanti kalau kau pakai untuk membeli baju, kita tidak bisa makan nak!” kata ibunya mengiba.
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
Terpaksa sang ibu memberikan uang yang diminta anaknya itu. Dia memang sangat sayang pada anak semata wayangnya itu.

Begitulah, hari demi hari sang ibu semakin tua dan menderita. Sementara Darmi yang dikaruniai wajah yang cantik semakin boros. Kerjaannya hanya menghabiskan uang untuk membeli baju-baju bagus, alat-alat kosmetik yang mahal dan pergi ke pesta-pesta untuk memamerkan kecantikannya.

Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
Ibunya hanya memandang anaknya dengan sedih lalu mengiyakan.

Akhirnya mereka pun berjalan beriringan. Sangat ganjil kelihatannya. Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal dan dibelakangnya ibunya yang sudah bungkuk memakai baju lusuh yang penuh tambalan. Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri. Namun ditahannya rasa dukanya di dalam hati.

Kejadian itu berulang terus menerus sepanjang perjalanan mereka. Semakin lama hati si ibu semakin hancur. Akhirnya dia tidak tahan lagi menahan kesedihannya. Sambil bercucuran air mata dia menegur anaknya.
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Usai mengucapkan kata-kata kasar tersebut Darmi dengan angkuh kembali meneruskan langkahnya.

Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan, “Oh Tuhanku! Hamba tidak sanggup lagi menahan rasa sedih di hatiku. Tolong hukumlah anak hamba yang durhaka. Berilah dia hukuman yang setimpal!”

Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.

“Ibu, tolong Darmi bu! Maafkan Darmi. Aku menyesal telah melukai hati ibu. Maafkan aku bu! Tolong aku…” teriaknya. Ibu Darmi tidak tega melihat anaknya menjadi batu, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Nasi sudah menjadi bubur. Kutukan yang terucap tidak bisa ditarik kembali. Akhirnya dia hanya bisa memeluk anaknya yang masih memohon ampun dan menangis hingga akhirnya suaranya hilang dan seluruh tubuhnya menjadi batu.

Asal Mula Malin Kundang

Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".

Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

Asal Mula Tangkuban Perahu


Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.

Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.

Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.

Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.

Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.

Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

Asam Mula Danau Toba

Legenda Danau Toba

Legenda Danau Toba – Cerita rakyat memang sangat menarik untuk di ketahui kisahnya. Salah satunya adalah Legenda Danau Toba, danau yang sangat luas nan indah. Cerita rakyat ini berasal dari Sumatera Utara.
Legenda Danau Toba
Pada zaman dahulu kala, ada seorang pemuda yang bernama Toba, ia yatim piatu dan bekerja sebagai petani di bagian utara pulau Sumatera. Daerah tersebut sangatlah kering. Selain bertani terkadang Toba suka memancing dan menangkap ikan (Dalam terminology orang Batak disebut mandurung, yang artinya menangkap ikan dengan cara menjaring).
Hingga pada suatu hari ia pergi mandurung. Sudah setengah hari ia melakukan pekerjaan itu namun tak satu pun ikan di dapatnya. Karena hari sudah mulai gelap maka Toba pun bergegas hendak pulang ke rumah. Namun tanpa sengaja ia melihat seekor ikan yang besar dan indah, ikan itu berwarna kuning emas.
Toba menangkap ikan besar itu dan dengan segera membawanya pulang. Sesampainya di rumah karena sangat lapar maka ia hendak langsung memasak ikan itu, namun saat melihat ikan indah itu, dia pun mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk memeliharanya. Lalu Toba menaruhnya di sebuah wadah yang besar dan memberi ikan tersebut makanan.
Keesokan harinya seperti biasa, ia pergi bertani ke ladangnya, dan hingga tengah hari ia pun pulang ke rumah dengan tujuan hendak makan siang. Tetapi alangkah terkejut dirinya, ketika melihat didalam rumahnya telah tersedia masakan yang siap untuk dimakan dan tampak terhampar beberapa keping uang emas. Ia sungguh terheran heran. Lama ia berpikir siapa yang melakukan semua itu, tetapi karena perutnya sudah lapar akhirnya ia pun menyantap dengan lahap masakan tersebut.
Kejadian ini pun terus berulang-ulang. Setiap kali ia pulang hendak makan, masakan demi masakan telah terhidang di rumahnya. Hingga pemuda tersebut mempunyai siasat untuk mengintip siapa yang melakukan semua itu.
Keesokan harinya Toba mulai menjalankan siasatnya. Seperti biasanya, dia berangkat dari rumah, seakan mau pergi ke lading. Lalu, ia tiba-tiba melompat dan mulai bersembunyi diantara pepohonan dekat rumahnya. Lama ia menunggu, hingga akhirnya begitu ia ingin keluar dari persembunyiannya, ia melihat mulai ada asap di dapur rumahnya. Dengan perlahan ia berjalan menuju kebelakang rumahnya untuk melihat siapa yang melakukan semua itu.
Toba sangat terkejut ketika ia melihat ada seorang wanita yang sangat cantik dan berambut panjang sedang memasak didapur rumahnya. Toba menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat perempuan secantik itu.
Diceritakan oleh perempuan itu bahwa dia adalah penjelmaan dari ikan besar yang telah didapat oleh Toba disungai. Kemudian dijelaskan pula bahwa beberapa keping uang emas yang terletak didapur itu adalah penjelmaan sisiknya.
Hingga pada suatu hari Toba si petani melamar perempuan tersebut untuk jadi istrinya. Perempuan itupun ternyata menyatakan bersedia menerima lamarannya dengan syarat lelaki itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia tidak akan pernah mengungkit asal-usul istrinya penjelmaan dari ikan. setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah mereka.
Setahun kemudian, mereka dikarunia seorang anak laki-laki yang mereka berinama Samosir. Anak itu sangat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.
suatu hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya. Akan tetapi ditengah jalan, sebagian nasi dan lauk-pauknya di makan sang anak. Setibanya diladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya. Saat menerimanya, sang ayah sudah merasa sangat lapar maka Toba jadi sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya hanya sisa-sisa.
Amarah Toba semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar dari nasi itu. Kesabarannya sang ayah jadi hilang dan dia pukuli anaknya sambil mengatakan.”Anak yang tidak bisa diajar. Tidak tahu diuntung, Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang berasal dari ikan”
Sambil menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya dirumah. Kepada ibunya dia adukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua cercaan yang diucapkan ayahnya kepadanya dia ceritakan pula. mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.
Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat dipuncak bukit itu. tanpa bertanya lagi, si anak Samosir segera melakukan perintah ibunya. dia berlari-lari menuju kebukit tersebut dan mendakinya.
Lalu sang ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah mereka. Ketika dia tiba ditepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar. Sesaat kemudian dia melompat kedalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. pada saat yang sama, sungai itupun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat.
Berselang beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Pak Toba tidak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang kemudian hari dinamakan Danau Toba. Dan Pulau kecil ditengah-tengahnya diberinama pulau samosir.